Kamis, 04 Desember 2008

Adab dan Etika Memburu Ilmu

Kesalahan dari seseorang yang paling pintar merupakan kesalahan paling buruk

Islam telah mengatur interaksi antara murid dan guru. Etika antara seorang yang pernah mereguk ilmu dari guru atau ustadznya. Dalam sebuah syair disebutkan “Barangsiapa yang mengajariku satu huruf, nisacaya aku telah menjadi hambanya”. Didalam sebuah Hadist disebutkan :
“Bukankah termasuk dalam ummatku orangyang tidak menghormati golongan yag lebih tua dan mengasihi yang muda serta mengetahui (hak-hak) orang-orang alim ”(HR. Ahmad)

Dalam QS.18:62 disebutkan : "Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini".

Didalam Al Qur’an diceritakan rihlah bersejarah antara Nabi yang bergelar Ulil Azmi. Seorang nabi Musa dengan Kitab Taurat menuntut ilmu kepada seorang laki-laki (khidr). Dalam ayat tersebut dijelaskan berbagai hikmahketika kita sedang menuntut ilmu.

Etika dalam belajar dan menuntut ilmu adalah sebagai berikut :

Pertama, motivasi yang kuat dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Sehingga hal-hal yang pasti merintangi seperti sulit, susah bahkan pedih bia dihadapi. Nabi Musa mengalami cobaan berat ketika rihlah ke daerah Majma al-Bahrain.

Kedua, Bersifat lembut penuh penghargaan terhadap guru sebagai hal mengormati dan menghargai. Sifat ini dicontoh nabi Musa kepada Khidhir as ketika meminta untuk diajari

Dalam QS.18:66 disebutkan :
" Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"

Ketiga, Bersikap Shabar terhadap Guru. Ketika Nabi Musa minta diajarkan ilmu. Beliau sudah bersiap-siap ntuk sabar dalam mnghadapi Khidhir

Didalam QS.18 :

67. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.
68. dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"
69. Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".
70. Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".

Keempat, Tidak pernah puas dalam menuntut Ilmu. Luasnya ilmu dan ‘kecilnya’ seorang manusia menuntut manusia ntuk selalu belajar dan belajar selama masih hidup walaupun tahu itu tidak akan pernah selesai.

Didalam QS.18 :

114. Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu[946], dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."

[946] Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril a.s. kalimat demi kalimat, sebelum Jibril a.s. selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad s.a.w. menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.

Kelima, Memperbaiki Niyat. Maksudnya adalah bagaimana belajar dengan niat memohon keridhoan Allah SWT. Sehingga pekerjaan yang kita lakukan tersebut menjadi ibadah dan jihad fisabilillah. Dalam Hadist yang sangat popular :

“Sesungguhnya, sema pekerjaan itu sesuai dengan naitnya dan setiap yang diberikan ganjaran sesuai dengan niat perbuatannya ” (HR. Bukhari)

“Baraangsiapa mempelajari ilmu yang seharusnya dilakukan untuk mencari keridhoan Allah SWT, namun ia mempelajari ilmu-ilmu itu untuk memperoleh harta-harta dunia, maka ia tidak akan mencium wewangian surga pada hari kiamat ” (HR Abu Dawud dan Al Hakim)

“Janganlah kamu mempelajari ilmu supaya kamu dapat berbangga dengan sesame orang berilmu dan supaya bertengkar dengan orang-orang bodoh serta supaya menarik perhaian orang ramai kepadamu. Barangsiapa yang berbuat seperti itu, ia berada di neraka” (HR. Ibnu Majah dan Ibunu Hibban)

Sebuah Hikmah yang masyur yang sering kita angggap sebagai hadist padahal bukan tetapi tetap bermakna mulia adalah “Tuntutlah Ilmu sejak dalam buaian sampai liang lahat”

Jika kita membaca sejara ulama-ulama salaf, betapa kerasnya mereka belajar sampai-samapai ketika sdah sampai pembaringan (di masa-masa akhir hayat) tetap belajr dengan mendengarkan tafsir, perkara fiqih, ilmu bahasa dari sanak audaranya.

Beliau-beliau seolah merasa tidak tua. Umur dan kedudukan bukanlah alas an untuk malu, rendah diri, serba salah dan berhenti belajar. Laksana manusia yang tidak pernah kenyang layaknya dalam hadist
“Dua orang yang tidak akan mera kenyang, adalah penuntut ilmu dan pencari dunia” (HR. Al Bazzar)

Na’im bin Hammad, Muhamma bin Ismail ash Shaaigh, Ahmad bin Hambal, Abdullah bin basyar at-Talaqani, Abu Amr ibnul Ula’ berkomitmen hanya kematian yang menghentikan usaha belajar mereka.

“Apakah pantas bagi seorang kakek tua ntuk belajar?” Jika kebodohan merupakan kejelekan baginya, maka menuntut ilmu atau belajar akan memperbaiki atau memperindah dirinya….

“Siapakah yang paling perlu belajar?” Orang yang paling pintar dalam masyarakat. Karena, kesalahan dari seseorang yang paling pintar merupakan kesalahan paling buruk ….

Semoga Bermanfaat